Hukum Perdata Internasional BAB III,IV,V
Tugas Merangkum
Hukum Perdata
Internasional
Oleh :
Hendri Tovan (20110610202)
Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2013/2014
BAB III
PRINSIP KEWARGANEGARAAN DAN
PRINSIP DOMISILI
Stelsel-stelsel HPI dari pada
negara-negara di dunia ini tidak sepaham tentang perinsip manakah antara
kedua perinsip ini adalah yang terbaik untuk di pergunakan bagi penentuan
status Persaonil seseorang. Ada negara-negara yang memegang teguh kepada
perinsip kewarganegaraan.
43.
Negara-negara dengan perinsip Nasionalitas
Negara pertama adalah perancis dan negara jajahan
perancis. Terdapat dalam Code Civil. (pasal 3 ayat 3), di negara Pahlawan
menggunakan perinsip Nasionalitas seperti Italia dan jajahan-jajahanya.
Berdasarkan berlakunya Code Civil dari tahun 1865, dalam peraturan-peraturan
untuk diberlakukan Code Civil (di posisi zioni Preliminari del codice civile,
pasal6).telah dicantumkan di negeri belanda dalam Undang-undang tanggal 15 mei
1829 ini telah dicantumkan berdasarkan asas kokordansi bahwa hindia belanda pun
diterima ketentuan yang serupa dalam “ Algemeene bepalingen van wetgeving”(30
april 1847, S no.23, diubah S.1915 no299 jo 625) pasal 16 yang hingga kini
masih berlaku untuk republik indonesia. Demikian jajahan belanda lainya. Di
Rumania terdapat ketentuan serupa dalam Code Civil (pasal2) demikian di
bulgaria dan finlandia.Prinsip Kewarganegaraan ini telah menjadi dasar pula
dalam berbagai perjanjian-perjanjian Internasional di bidang HPI. Dapat
disebut-sebut disini, konvensi-konvensi den haag tahun 1902dan 1905,
persetujuan di lima dari tahun 1878.
44.
Negara-negara dengan perinsip Domisili.
Dalam
kelompok ini dapat disebut semua negara-negara inggris yang menganut
“common law” . juga scotlandia,afsel
dan qubec( pasal 6 C.C) dapat disebut disini denmark.negara-negara Amerika
latin.
45.
Tidak ada prinsip yang a priori lebih baik.
Perbedaan antara kedua prinsip ini pada pokoknya
dapat dikembalikan pada perbedaan diletakanya titik berat atas segipersonalitas
atau territorialitas dari pada hukum. Seperti telah kita saksikan juga disini
hubungan kausal antara sistim-sistim yang menjadi realitas dan
kenyataan-mayarakat tidak diabaikan.
46.
Kecondongan negara-negara Eropa Kontinental terhadap negara-negara Anglo-
Saxon.
Mangandung lebih banyakarti pada segi personalia
dari pada negara Anglo saxon yang meletakan titik berat kepada titik-titik
yangbersifat teretorial.sedangkan dalam negara Eropa Kontinental lebih mengedepankan segi personalitas dari
pada hukum.
47.
Teretorialitas terhadap personalitas dari pada hukum.
Menurut sistim domisili yang mengedepankan segi
teretorialitas dari pada hukum, maka semua hubungan-hubungan dari pada
orang-orang yang berkenaan dengan soal-soal tentang perseorangan, kekeluargaan,
warisan, singkatanya : “status personil”, di tentukan oleh domisilinya.
Sebaliknya menurut sistim yang dianut negara-negara Eropa kontinental, segi
personalitas yang di kedepankan.
48.
Masing- masing aliran mempunyai pembela-pembelanya.
Bahwa sebenarnyakepentingan-kepentingan dari negara bersangkutan
masing-masinglah yang memegang peranan dalam memilih salah satu perinsip.
49.
Alasan-alasan pro prinsip Kewarganegaraan.
a) prinsip ini paling cocok untuk perasaan hukum
seseorang.
kerena
terlaksana adaptasi kepada perasaan hukum dari pada yang bersangkutan. Tentunya
hukum nasional lebih cocok bagi warganegara bersangkutan. Dari segi kebutuhan
dari warganegaraanya sendiri.
b) lebih permanen dari hukum domisili.
Katanya perinsip kewarganegaraan lebih tetap
(permanen bestending duurzam”) dari pada perinsip domisili, karena
kewarganegaraan tidak demikian mudah dirubah-rubah seperti domisili. Sedang
status personil yang termasuk mengatur hubungan kekeluargaan memerlukan
stabilitas sebanyak mungkin.
c) Prinsip kewarganegaraan membawa kepastian lebih
banyak.
Karena pengertian kewarganegaraan lebih mudah
diketahui dari pada domisili seseorang. Itulah cara memperoleh dan kehilangan
kewarganegaraan sesuatu negara.
50.
Alasan-alasan pro prinsip domisili.
a. hukum domisili adalah hukum dimana yang
bersangkutan sesungguhnya hidup.
Diamana seseorang sehari-harisesungguhnya hidup ,
sudah sewajarnya jika hukum dari tempat itulahyang dipakai untuk menentukan
status personilnya.
b. prinsip kewarganegaraan seringkali memerlukan
bantuan domisili.
Seringkali ternyata prinsip kewarganegaraan tidak
dapat di laksanakan dengan baik tanpa dibantu prinsip domisili.
c. hukum domisili seringkali sama dengan hukum sang
hakim.
Diajukanya suatu perkara di hadapan hakim dari
tempat tinggal para pihak atau pihak tergugat yang merupakan pegangan utama
untuk menentukan kompetensi yurisdiksi hakim.
d.cocok untuk negara-negara dengan pluralisme hukum.
Domisili satu-satunya yang dapat dipergunakan dengan
baik dalam negara-negara yang struktur hukumnya tidak mengenal persatuan
hukum.terdapat ketentuan-ketentuan yang mengenal
kewarganegaraan-kewarganegaraan tersendiri dari negara-negara bagian
masing-masing.
e. Domisili menolong dimana perinsip kewarganegaraan
tidak dapat dilaksanakan.
Adakalanya prinsip kewarganegaraan tidak dapat dilaksanakan,
karena orang bersangkutan tidak kewarganegaraan (apatride) atau mempunyai lebih
dari satu kewarganegaraan (bipatride multipatrid).
f. Demi kepentingan adaptasi dan asimilasi dari para
imigran.
Supaya dapat dipercepat proses adaptasi dan
assimilasi dari orang-orang asing.tetapi setelah perang dunia kedua maka
perinsip ini di tinggalkan dan orang kembali mempertahankan prinsip nasionalitas.
51.
Jalan keluar dari berbagai kesulitan.
Prinsip nasioanalitas membawa berbagai
kesulitan.karena terlampau teguh di pegang dari pada nasionalitas ini.
52.
Pendirian kita.
Kepentingan-kepentingan yang bersifat politis dan
tradisi dari negara-negara bersangkutan memegang peranan yang penting dalam
menentukan pilihan perinsip-perinsip HPI untuk status personil mereka ini.
53.
Prinsip nasionalitas yang sekarang berlaku untuk RI.
Dalam pasal 16 A.B kalimat pertama ditanyakan bahwa
prinsip nasionalitaslah yang di pakai dan berlaku.adanya apa yang dinamakan
“ontaarding” dari pada prinsip nasionalitas karena pemakaian terlalu kaku dapat
kita saksikan dengan peristiwa De Ferrari.
54.
Contoh perkara De Ferrari.
Terjadinya perbedaan negara antara suami istri yang
inggin bercerai . yang masing-masing negara mengutamakan hukum nasionalnya
sendiri dan kepentingan warganegaranya sendiri. Inilah di cap sebagai ”juridisch chauvinisme” suatu sikap
“nationale zelfgenoegzaamheid” yang tidak dapat dibenarkan.
55.Contoh-contoh
dari Yurisprudensi Perancis.
Pertimbangan dari cour de cassation sebagai berikut
: bahwa fakta kewarganegaraan perancis belaka tidaklah cukup untuk selalu
memaksakan diberlakukanya hukum Perancis dalam perkara-perkara dimana status
dari pada seseorang perempuan warganegara perancis yang dipersoalkan.
56. Perkara-perkara lain yang mengedepankan hukum
domisili.
Dipakainya hukum dari domisili bersama ini adalah
sesuai dengan apa yang sudah dikemukakan oleh Kollewijn dalam tahun 1929 pada
Pidato Dies Lustrum pertama Rechts Hogeschool di jakarta. Hukum domisili
bersamalah yang dipakai.
57. Perkara Bisbal.
Ketidak pastian dalam memperoleh perceraian. Jadi
perceraian harus di laksanakan di tempat tinggal tergugat .
58.
Perkara Boll.
Bidang hukum Kekeluargaan. Yaitu anak dan orang tua.
Dalam mendapatkan kewarganegaraan berdasarkan Prinsip Domisili.
59.Prinsip
yang sebaiknya Untuk Indonesia.
Sebaiknya Perinsip Domisili bagi Indonesia. 1)
alasan Praktis. 2) Menggunakan B.W. 3) sejalan dengan Praktek hukum dan
administrasi. 4) bahan-bahan bacaan hukum asing. 5) Pluralisme Hukum. 6) negara
Imigrasi. 7) asas daerah kelahiran. 8) Indonesia berada di lingkungan negara
Prinsip Domisili.
60.
Pendirian Kami.
Memakai Perinsip Domisili. Nasionalitas pasal 16
A.B. dan metap selama 2 tahun dimana
mereka hidup dan menetap.
BAB 1V
PENUNJUKAN KEMBALI (RENVOI)
Masalah Renvoi timbul karena adanya aneka sistem HPI.
Yang masing-masing negara memilikinya sendiri-sendiri. Yang tidak seragam.
Akibat dari Prinsip Nasionalitas atau perinsip Domisili timbulah masalah Revoi.
61.
Hubungan dengan masalah kwalifikasi.
Hukum asing bahwa hukum intern dari negara yang bersangkutaan
yang harus diberlakukan dan juga kaidah-kaidah HPInya.
62.
Contoh .
1) Hukum Intern hukum antar sesama orang inggris. 2)
kaidah-kaidah HPI “choice of Law” HPI inggris.
63,
Istilah-istilah.
Indonesia ada Istilah Penunjukan Kembali.
64.
Contoh.
Mengenai Renvoi adalah apabila untuk seseorang
inggris yang inggin berdomisili di indonesia ditentukan berdasarkan denagan dewasa atau belum, atau dia hendak
menikah, atau dia harus melakukan sesuatu tindakan hukum lain berkenaan dengan
status personilnya , maka menurut HPIindonesia berdasarkan pasal 16 A.B harus
di pakai hukum inggris.
65.Contoh
Tentang Penunjukan Lebih jauh.
Apabila memang perkawinan di anggap batal, maka hal
ini akan berarti suatu ketidakadilan yang luar biasa suatu summa iniura, atau “Schweres
Unrecht”.
66. Renvoi dan sifat nasional dari HPI.
HPI Bersifat Supra nasional mengoper atau yang
menolak Revoi yang selalu berlaku. atau yang nasional.
67.
Peristiwa “Forgo”
Warisan berlaku berdasarkan warganegaranya. Walaupun
hartanya di negara lain.
68.
Tidak semua penulis setuju dengan renvoi.
(I) Renvoi tidak Logis. Artinya tidak ada suatu
penyelesaian karena terus menerus . hilir mudik katanya.
(II) Renvoi merupakan “Penyerahan kedaulatan
legislatip” kemauan pada negara bersangkutan sendiri.
(III) Renvoi membawa ketidak pastian hukum. Akan memperoleh kesulitan-kesulitan kalau
menerima Renvoi ini. Sebaiknya di tolak.
69.
Alasan-alasan Pro renvoi.
(I) Renvoi memberi keuntungan praktis. Jika diterima
renvoi maka berarti hukum intern sendiri dari sang hakim yang dipergunakan dan
ini suatu keuntungan praktis yang sangat berarti.
(II) Jangan
“Plus Royaliste que le roi” merupakan suatu konsensi untuk sejalan lebih
dahulu.
(III) keputusan-keputusan yang berbeda. Negara yang
menunjukan dan negara yang menunjuk kembali.
(IV) Harmoni
dari keputusan-keputusan. Yang mendukung revoi.
70.
Penilaian Kami.
Dapat dikatakan seimbang. Karena memiliki
alasan-alasan yang dapat di pertanggung jawabkan. Menurut hukum positif Revoi
nyatanya dapat diterima.
71.Praktek
administratif di Indonesia menerima renvoi.
Telah lama praktek administratif dinegeri ini revoi
telah diterima.ketentuan seperti tercantum dalam pasal 42 dan seterusnya B.W.
dipergunakan pula untuk orang Amerika, Inggris,dan Denmark. Semua negara yang menganut
prinsip domisili dalam HPI mereka.
72. Pendirian Yurisprudensi.
Secara hukum positif dapat kita melihat bahwa
yurisprudensi di indonesia menerima Revoi.
(I)
Perkara orang Armenia Nasrani. Ke arah
perinsip kewarganegaraaan.bahwa pada hakekatnyaditerima lembaga penunjukan
kembali dalam keputusan ini.
(II)
Perkara palisemen seorang British India.
Dari penunjukan HPI Indinesia ini kepada hukum British India yang juga mencakup
kaidah-kaidah HPInya dan adanya penunjukan kembali dari pada hukum HPI British
India ini kepada Indonesia,dimana hakim telah menerima penunjukan kembali dan
memakai ketentuan intern di indonesia, menerima lembaga penunjukan kembali.
73. Kami berpendapat bahwa penerimaan renvoi oleh
hakim Indonesia, yang menghasilkan dipakainya hukum intern Indonesia, adalah
sikap yang tepat dan bijaksana.
Adalah tempatnya apabila kita sendiri , jika ada
kesempatan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk itu.
74.
Renvoi Di Negara-negara lain.
Perancis. Menolak Revoi
Italia. Ditentang Revoi
Jerman. Penerimaan Revoi (pasal 27 EGBGB)
Swiss. Penerimaan Revoi ( pasal 28 dan 31 NAG)
Nederland. Umumya menentang walaupun menyimpang
umumnya di tolak.
Negara Asia-Afrika menerima Renvoi.
Mesir. Tidak menerima Renvoi.
Negara-negara Anglo Saxon di terima.
75.Skema
dari pada sistim kontinental.
X=======èY
sistim Foreign court Theory.
76.
Perkara in re Annesley.
Warisan menurut hukum negara asalnya Inggris
hartanya di negara lain Perancis .namun anaknya waarga negara Perancis
tersebut. Karena inggris menggunakan hukum domisili maka Perancislah yang
ditunjuk untuk mengadili perkara ini walaupun Perancis menganut hukum negara
asal.
77.Perkara
In re Ross, Ross V. Waterfield.
Karena hukum Inggris menganut hukum domisili maka
jika perkara ini harus diadili oleh badan peradian italia, maka surat Ros
dianggap sah adanya.
78. De Duke
of Wellington : Glentanar v.
Wellington.
Contoh ini adalah contoh pemakaian “the foreign
court theoory”.
79.Renvoi
di Amerika Serikat.
Di Amerika Serikat tidak ada peraturan tertulis
tentang Revoi. (pasal 7 sub b) menurut hukum internya dan tidak kaidah-kaidah
HPI-nya.
80.
Negara-negara Sosialis.
Umumnya menerima Revoi ini walau ada juga yang
menolaknya.
81.
Perjanjian-perjanjian Internasional.
(I) Persetujuan Den Haag tentang HPI tahun 1951,
1955. Tentang mengatur perselisihan. Antara Nasionallitas dan Domisili.
(II) Persetujuan hukum Unifrom HPI negara-negara
Benelux 1951. Bahwa Revoi tidak diterima
lebih ke intern.
82.
Pendirian Kami.
Kami menyetujui penerimaan renvoi. Alasan praktis.
Bukan juridis. Revoi diterima untuk bidang “ Personeel statut” dan “ Real statut ”.
BAB V
KWALIFIKASI
Masalah kwalifikasi dan renvoi seringkali
dibicarakan dan kedua-duanya ini merupakan bagian dari ajaran Pokok HPI.
83.istilah-istilah.
Kwalifikasi sebenarnyaadalah melakukan “translation”
atau “penyalinan” dari pada fakta-fakta sehari-hari dalam istilah-istilah
hukum.
(I)
Persetujuan orangtua untuk menikah.
(II)
Masalah Penentuan locus contractus
(III)
Mengenai benda bergerak atau tidak
bergerak.
84.
Harta benda perkawinan aatau perwarisan.
Terkenal pula adalah perbedaan paham mengenai kwalifikasi
“Hukum harta benda perkawinan” atau hukum warisan.
85.
Perkara Anton V. Bartolo.
“The maltese case.” Memakai kwlifikasi Code Rohan
hakim melakukan kulifikasi hukum menurut sistem yang dipilihnya.
86. Persoalan HPI tak mungkin lenyap.
Karena adanya perbedaan kwalifikasi antara berbagai
sistim HPI di negara-negara di dunia ini.
87.macam-macam
kwalifikasi.
a. kwalifikasi menurut lex fori (yaitu menurut hukum
hakim)
b. kwalifikasi menurut lex causae (hukum yang
digunakan untuk menyelesaikan persoalan HPI.
c. kwalifikasi secara otonom (autonomen
qualifikation. Berdasarkan “comparative method”
atau “analytical jurisprudence”.
88.
Kwalifikasi menurut “ lex fori”
Harus menurut hukum materiil sang hakim. Alasan
Kwalifikasi menurut “ lex fori”
1. persoalan-persoalan
HPI pada umumnya hanya dapat diselesaikan demikian rupa karena ditariknya
persoalan ini kearah satu sistem hukum tertentu.
2. Dalam
prakteknya sering kali kwalifikasi menurut lex fori adalah satu-satunya yang
mungkin.
Dalam yurisprudensi lex fori lah yang diutamakan.
89.
Kwalifikasi menurut lex causae.
Manurut pandangan ini maka kwalifikasi dilakukan
menurut sistim hukum dari mana pengertian ini berasal.
90.
kwalifikasi secara otonom.
Berdasarkan perbandingan hukum. Kwalifikasi
dilakukan secara otonom terlepas dari salah satu hukum tertentu.
Pengecualian-pengecualian terhadap pemakaian
kwalifikasi lex fori.
a. Kwalifikasi
kewarganegaraan tidak diakukan menurut hukum dari forum hakim.
b. Kwalifikasi
mengenai “ bergerak atau tidak bergerak” sesuatu benda ditentukan oleh “lex rei
sitae”
c. Kwalifikasi
suatu kontrak menurut “maksud para pihak” bidang perjanjian , maka pihak-pihak
adalah bebas menentukan sendiri hukum yang mereka kehendaki.
d. Kwalifikasi
dari “ perbuatan melanggar hukum”
e. Jika
ada persetujuan-persetujuan antara negara berupa konvensi-konvensi mengenai
kaidah-kaaidah HPI.
f. Kwalifikasi
pengertian-pengertian yang digunakan oleh makamah-makamah internasional berdasarkan
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku.
91.
Kwalifikasi Primer dan sekunder.
(1). Secara Primer adalah kwalifikasi yang
diperlukan untuk dapat menentukan hukum yang harus dipergunakan.
(2). Secara Sekunder apabila sudah diketahui hukum
asing manakah yang harus dipergunakan . maka perlu dilakukan kwalifikasi lebih
jauh menurut hukum asing yang di kemukakan itu.
92.
Pendapat kami.
Pendapat kami adalah untuk menggabungkan diri pada
aliran yang terbanyak dianut, yaitu memilih kwalifikasi menurut lex fori. Kami
sependapat bahwa masalah-masalah HPI tidak akan mungkin lenyap.
DAFTAR PUSTAKA
Gautama,
1987,Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung, Binacipta
Bandung.