Tindak pidana perjudian yang terjadi di
Indonesia telah mengkabitkan jumlah kerugiannya sangatlah besar, Pelaku dari
tindak pidana perjudian ini berharap mendapatkan keberuntungan yang besar
melalui cara mengadu nasib dengan berjudi. Dengan sering melakukan kegiatan
berjudi tersebut mengakibatkan sedikit demi sedikit uang akan habis, kemudian
harta benda dijual, rumah dan tanah digadaikan. Dengan demikian bisa
mengakibatkan tingkat kemiskinan serta pengganguran yang tinggi di masyarakat.
Perjudian pada dasarnya permainan di mana adanya pihak yang saling bertaruh
untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan
saja yang benar dan menjadi pemenang yang berarti pemain yang kalah taruhan
akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan perjudian dan jumlah
taruhan ditentukan dam disepakati sebelum pertandingan dimulai.
Salah satu syarat untuk hidup sejahtera dalam
masyarakat adalah tunduk kepada tata tertib atas peraturan di masyarakat atau
negara, kalau tata tertib yang berlaku dalam masyarakat itu lemah dan berkurang
maka kesejateraan dalam masyarakat yang bersangkutan akan mundur dan mungkin
kacau sama sekali. Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka terlebih
dahulu dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut Moeljatno dalam
bukunya Asas-asas Hukum Pidana, “Hukum pidana adalah bagian daripada
keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang dasar-dasar aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya, yang
dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Dikatakan bahwa hukum pidana adalah bagian
daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, karena di samping
hukum pidana itu masih ada hukum-hukum yang lain misalnya hukum perdata, hukum
tata negara, hukum islam, hukum tata pemerintahan dan sebagainya.
Membicarakan masalah hukum pidana tidak lepas
kaitannya dengan subjek yang dibicarakan oleh hukum pidana itu. Adapun yang
menjadi subje dari hukum pidana itu adalah manusia selaku anggota masyarakat.
Manusia selaku subjek hukum yang pendukung hak dan kewajiban di dalam
menjalankan aktivitas yang berhubungan dengan masyarakat tidak jarang
menyimpang dari norma yang ada. Adapun penyimpangan itu berupa tingkah laku
yang dapat digolongkan dalam pelanggaran dan kejahatan yang sebetulnya dapat
membahayakan keselamatan diri sendiri, masyarakat menjadi resah, aktivitas
hubungannya menjadi terganggu, yang menyebabkan didalam masyarakat tersebut
sudah tidak terdapat lagi ketertiban dan ketentraman.
Sebagaimana diketahui secara garis besar
adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya peraturan atau tata tertib,
ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata tertib ini dalam kaidah atau
norma yang tertuang posisinya di dalam masyarakat sebagai norma hukum. Dengan
adanya tatanan norma tersebut, maka posisi yang paling ditekankan adalah norma
hukum, meskipun norma yang lain tidak kalah penting perannya dalam kehidupan
masyarakat. Untuk mewujudkan tertib sosial, negara menetapkan dan mengesahkan
peraturan perundang-undangan untuk mengatur masyarakat. Peraturan-peraturan itu
mempunyai sanksi hukum yang sifatnya memaksa. Artinya bila peraturan itu sampai
dilanggar maka kepada pelanggarnya dapat dikenakan hukuman. Jenis hukuman yang
akan dikenakan terhadap si pelanggar akan sangat tergantung pada macamnya
peraturan yang dilanggar. Pada prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat
paksaan artinya orang-orang yang tidak mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap
pelanggaran tersebut. Untuk menjaga ketertiban dan ketentraman tersebut, hukum
pidana diharapkan difungsikan di samping hukum lainnya yang terdapat di dalam
masyarakat. Norma hukum sedikit atau banyak berwawasan pada objek peraturan
yang bersifat pemaksa dan dapat disebut hukum. Adapun maksud disusunnya hukum
dan peraturan lainnya adalah untuk mencapai ketertiban dan kesejahteraan dalam
masyarakat dan oleh sebab itu pembentukan peraturan atau hukum kebiasaan atau
hukum nasional hendaklah selalu benar-benar ditujukan untuk kepentingan umum.
Menurut Ronny Hanintijo Soemitro bahwa:
“Fungsi hukum di dalam kelompok itu adalah menerapkan mekanisme kontrol
sosial yang membersihkan masyarakat dari sampah-sampah masyarakat tidak
dikehendaki sehingga hukum memiliki suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok itu.
Anggota-anggota kelompok yang bekerja di dalam ruang lingkup sistemnya,
kemungkinan akan berhasil mengatasi tuntutan yang menuju ke arah penyimpangan
guna menjamin agar kelompok tersebut tetap utuh, atau kemungkinan lain hukum
gagal dalam melaksanakan tugasnya sehingga kelompok itu hancur, cerai berai
atau punah”.
Oleh karenanya hukum itu dibuat oleh penguasa
yang berwenang untuk menuju kebaikan-kebaikan maka konsekuensinya setiap
pelanggaran hukum harus diberi reaksi atau tindakan yang tepat, pantas agar
wibawa tegaknya hukum terjaga seperti halnya hubungan norma hukum terhadap
pemberantasan perbuatan perjudian di masyarakat. Hukum pidana yang berlaku
sekarang ini sudah diusahakan untuk disesuaikan dengan dikeluarkannya
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan hukum Pidana dan munculnya
undang-undang pidana di luar W.V.S. Menurut Bambang Poernomo, pengertian
hukum pidana yaitu:
“Pertama, hukum merupakan organ
peraturan-peraturan yang abstrak, dan kedua, hukum merupakan suatu proses
sosial untuk mengadakan tertib hukum dan mengatur kepentingan masyarakat”.
Melihat definisi hukum pidana dari pendapat ahli hukum pidana itu maka
hukum pidana itu diadakan untuk kepentingan masyarakat. Jadi seluruh anggota
masyarakat sangat mengharapkan peranan hukum pidana dalam pergaulan hidup
diantara sesama manusia, oleh karena itu dalam pelaksanaannya dapat bermanfaat
bagi masyarakat. Menurut Sudarto bahwa tiap-tiap Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana memuat 2 hal yang pokok:
1. Pertama memuat pelukisan dari perbuatan-perbuatan yang diancam pidana,
artinya memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi yang memungkinkan pengadilan
menjatuhkan pidana. Jadi di sini seolaholah negara menyatakan kepada penegak
hukum perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan siapa yang dapat dipidana.
2. Kedua, KUHPidana menetapkan dan mengemukakan reaksi apa yang akan
diterima oleh orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak
hanya berupa pidana akan tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya.
Selanjutnya karena tujuan hukum pidana mempunyai kaitan dengan pemidanaan, maka
sesuai dengan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1972 dapat
dijumpai gagasan tentang maksud dan tujuan
pemidanaan adalah :
1. Untuk mencegah dilakukan tindak pidana demi penganyoman negara,
masyarakat dan penduduk.
2. Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota yang
berbudi baik dan berguna.
3. Untuk menghilangkan noda-noda diakibatkan oleh tindak pidana.
4. pemidanaan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.
Hukum pidana dalam usahanya untuk mencapai
tujuannya itu tidaklah semata-mata dengan jalan menjatuhkan pidana (straaft)
tetapi disamping itu juga menggunakan tindakan-tindakan (maatregel).
Jadi disamping pidana ada pula tindakan. Tindakan ini pun merupakan suatu
sanksi juga, walaupun tidak ada pembalasan padanya.
Tujuan pemidanaan pada umumnya adalah :
1. Mempengaruhi perikelakuan si pembuat agar tidak melakukan tindak pidana
lagi, biasanya disebut prevensi special.
2. Mempengaruhi perikelakuan anggota masyarakat pada umumnya agar tidak
melakukan tindak pidana seperti yang dilakukan oleh si terhukum.
3. Mendatangkan suasana damai atau penyelesaian konflik.
4. Pembalasan atau pengimbalan dari kesalahan si pembuat.
Dalam pada itu tidak boleh dilupakan, bahwa hukum pidana atau sistem pidana
itu merupakan bagian dari politik kriminal, ialah usaha yang rasional dalam
mencegah kejahatan yaitu dengan penerangan-penerangan serta pemberian contoh
oleh golongan masyarakat yang mempunyai kekuasaan. Begitu pula terhadap
perjudian yang merupakan salah satu bentuk kejahatan yang memenuhi rumusan KUHP
yaitu, yang diatur melalui Pasal 303 dan 303 bis, hal ini sesudah dikeluarkan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian ancaman pidana
bagi perjudian tersebut diperberat, perincian perubahannya sebagai berikut:
1. Ancaman pidana dalam Pasal 303 (1) KUHP diperberat menjadi pidana
penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyakbanyaknya dua puluh
lima juta rupiah.
2. Pasal 542 KUHP diangkat menjadi suatu kejahatan dan diganti sebutan
menjadi Pasal 303 bis KUHP, sedangkan ancaman pidananya
diperberat yaitu: ayat (1) menjadi pidana penjara selama-lamanya empat
tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. Ayat
(2) menjadi pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau denda
sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.
Larangan-larangan perjudian dalam KUHP sekarang ini adalah seperti
berikut:
Permainan judi pertama-tama diancam
hukuman dalam Pasal 303 KUHP
yang bunyinya:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah,
barang siapa tanpa mendapat izin:
a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan
kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharian, atau
dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu;
b. dengan sengaja menawarkan atau memberi
kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut
serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan
kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara;
c. menjadikan turut serta pada permainan judi
sebagai pencaharian.
(2) kalau yang bersalah melakukan kejahatan
tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencaharian itu.
(3) Yang disebut dengan permainan judi adalah
tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung
bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih
atau lebih mahir. Di situ termasuk segala
pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak
diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala
pertaruhan lainnya.
Objek di sini adalah permainan judi dalam bahasa asingnya disebut hazardspel.
Bukan segala permainan masuk hazardspel yaitu tidak hanya pemainan yang
luas. Dalam arti kata yang sempit permainan hazard adalah segala
permainan jika kalah menangnya orang dalam permainan itu tidak tergantung
kepada kecakapan, tetapi melulu hanya tergantung kepada nasib baik dan sial
saja.
Dalam arti kata yang luas yang termasuk hazard
juga segala permainan yang pada umumnya kemungkinan untuk menang tergantung
pada nasib atau secara kebetulan. Biarpun kemungkinan untuk menang itu bisa
bertambah besar pula karena latihan atau kepandaian pemain atau secara lain
dapat dikatakan bahwa yang dinamakan permainan hazard itu ialah, suatu
permainan jika kalah menangnya orang dalam permainan itu tergantung kepada
nasib dan umumnya pada pemain yang banyak. Jadi dengan demikian yang dinamakan
dengan permainan judi sebelumnya hanya diartikan dalam arti yang sempit, tetapi
dalam perkembangan diartikan dalam arti yang luas yaitu di samping unsur kecakapan
dan unsur keahlian ditambah dengan unsur latihan atau kepandaian si pemain.
Perbuatan yang dilarang dalam Pasal 303 bis KUHP yaitu:
Diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak
sepuluh juta rupiah:
Ke-1 : Barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, diadakan, dengan
melanggar ketentuan tersebut pasal 303.
Ke-2 : Barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum
atau di pinggiran maupun di tempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum,
kecuali jika untuk mengadukan itu ada izin dari penguasa yang wenang.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian bahwa
pemberatan ancaman pidana terhadap bandar judi dan pemain yang ikut judi tampak
niat pembentuk undang-undang itu dari pihak pemerintah, sehingga dapat
dikatakan pemerintahlah yang mempunyai niat baik itu.
Melihat rumusan peraturan hukum pidana
tersebut berarti sudali jelas bahwa perjudian dilarang oleh norma hukum pidana
karena telah memenuhi rumusan seperti yang dimaksud, untuk itu dapat dikenal
sanksi pidana yang pelaksanaannya diproses sesuai dengan hukum acara pidana.
Dalam kenyataannya bahwa judi tumbuh dan berkembang serta sulit untuk
ditanggulangi, diberantas seperti melakukan perjudian di depan umum, di pinggir
jalan raya bahkan ada yang dilakukan secara terorganisir dan terselubung dan
beraneka ragam yang dilakukan oleh para penjudi tersebut yang sebenarnya
dilarang.
Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan
Masyarakat, Remadja